Kamis, 03 Februari 2011

Logika atau lo gila


Logikaku seperti tertabrak motor dengan kecepatan yang sangat tinggi. Ia lalu terpental jauh, jatuh berguling-guling bahkan terpelosok dibawah jurang. Tapi aneh, sungguh aneh. Tubuh logikaku masih utuh. Tidak ada luka berat, bahkan lecet sedikitpun (ntah, kenapa?? ). Tubuh logikaku masih bisa berdiri dengan tegaknya, seolah tak pernah terjadi peristiwa mengerikan tersebut.

Ia lalu membersihkan bajunya dari debu yang mengotorinya. Debu dan sampah dedaunan tepatnya. Sambil masih terheran, ia melihat bagian tubuhnya satu persatu. Dan benar ; tak ada masalah. Ia baik-baik saja. Ia lalu tersenyum, seolah dialah yang paling sakti diantara logika-logika yang lain.
Mungkin motor yang menabrak logikaku tadi sejenis moge (motor gede) atau memang motor yang dipersiapkan untuk balapan liar (bali) dini hari. Ia (logikaku) juga tidak terlalu jelas melihatnya. Begitu cepat, begitu singkat.

Mungkin jika dimintai laporan di Kantor Polisi, jawaban-jawaban logikaku tadi dianggap lemah dan tidak jelas. Susah untuk menemukan pelakunya. Sangat mungkin, logikaku hanya bisa bercerita seperti ini : “ Dini hari itu (Minggu, 22 November 2009), saya yang sedang gundah hatinya memilih untuk keluar rumah sekedar mencari angin liar. Ntah kenapa jalan yang telah lama saya telusuri itu belum juga mampu menghilangkan murung dan perasaan campur-aduk dalam hatiku. Lalu saya niatkan untuk menyusuri jalan yang lebih panjang lagi. Semakin panjang dan sangat panjang! Sampai tak ku sadari bahwa jalanan semakin lengang dan senyap tanpa sahut-sahutan lampu motor yang biasa ada di jalan. Saat itu jalanan menjadi sangat hening, hanya hembusan angin yang terdengar. Dan situasi seperti itu semakin membuat dingin kulit tubuhku.

Saya akui bahwa malam itu, saya berjalan dengan melamun ; tak fokus melihat jalan. Kadang sedikit terpeleset pasir atau tersandung kerikil jalanan. Ya tersebab itu tadi, saya tak fokus melihat jalan.
Lalu seketika, saya mendengar suara motor dari arah kiri yang berbelok kearah kanan dengan kilatnya. Cepat. Singkat. Tanpa memberikan jeda atau menghelai nafas.

Lalu berhadapanlah kami satu sama lain. Saya sempat marah karena ketidaksopanannya mengendarai motor. Tapi sepertinya dia tak menggubris ekspresi ketidaksukaanku padanya. Ia semakin saja mengeber tuas gas. Saya tak tahu apa maksud sipengendara motor itu. Ia semakin menyencangkan laju motornya ke arahku. GUBRAAAAK!!!!....terjadilah peristiwa itu, Pak Polisi”


Nb : Anda tidak akan pernah salah seperti keliru menghitung angka-angka dalam soal matematika atau menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh ibu guru yang belum Anda pelajari malam sebelumnya, jika menganggapku GILA! :)



Jogja, 28 November 2009

0 komentar:

 
;