Sabtu, 11 Desember 2010 0 komentar

Abdi Pinokio

Bohong.
Tak pernah kusangka kau mengucap dusta dengan ayat suci sebagai penguat.
Kudengar bibirmu sering menyebut nama Tuhan, ternyata kau serupa setan. Tak ada beda dengan preman jalanan.
Senyummu lebar, bergegas menebar ranjau-ranjau yang melumpuhkan —melenakan kami, lalu terkekeh seperti perampok berhasil membobol uang sekarung di bank asing.
Kata-katamu terlalu manis, yang akhirnya bikin kami diabetes kepercayaan.

Sumpah serapah: Ingin kurobek topeng licikmu itu.
Kebohonganmu mengunung besar yang akan terus terlihat kami (setidaknya setiap pagi. Saat cuaca, udara, embun dan pikiran kami menjernih kembali, kami selalu ingat).
Aku dan kami tak akan insomnia, sampai ruh tiada.

Kelak, kau akan ditimbun hidup-hidup bersama kata-kata manis bohongmu; huruf per huruf, kalimat per kalimat, paragraf per paragraf sampai nafasmu sesak —sesesak dada kami tersembur bisa tipu muslihatmu.
Kau abdi pem.bo.hong.


-Adji Nugroho-
Jogja, 10 Desember 2010
gambar
 
;