Lagu-lagu itu,
lagi-lagi memekakkan kedua gua telinggaku.
Memaksaku kembali pada masa jadul,
walau aku berikeras tak mau mengunjunginya lagi...
Aku takut akan mengoyak perih hati yang telah mengering (dari dosa cintaku)
Dosa yang mulanya kita pikir serba indah —romantis seperti adegan kemesraan pacaran dalam film-film luar negri— karena kita lakukan atas dasar cinta yang besar dan sukasamasuka.
Lalu kita tiru secara bulat-bulat tontonan itu, hingga kita sering melakukannya. Lagi, dan lagi...
Wajar saja,
saat itu kita masih sama-sama labil, Callia.
Kau masih memakai seragam putih-biru, sedang aku baru persiapan untuk menghadapi ujian kenaikan kelas 3 di salah satu SMA terkemuka di kota Bogor.
Taukah kau,
lagu-lagu itu kini terdengar lagi.
Kali ini terdengar sangat keras. Keras sekali.
Membuatku harus menutup telinga dengan bantal tidur —aku tak ingin mendengarnya lagi.
Ya, lagu dalam kaset yang dulu pernah aku kadokan sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke-15 tahun itu, kini tiba-tiba muncul kembali, Callia.
Kenapa lagu-lagu itu bisa mengudara lagi?
Ah, aku sungguh tak mau mendengarnya,
namun aku juga tak kuasa mematikan atau mengganti tuner radio-tape kekanan ataupun mundur kebelakang.
Lagu itu memaksaku ingin didengar; seolah terhipnotis, akupun khusuk mendengarkan bait demi bait syair lagu itu.
Membangkitkan dosa yang telah aku bunuh perlahan-lahan, dengan belati penyesalanku.
Callia, kekasih yang ditinggal mati nafsuku,
maafkanlah aku...
Aku tak bisa meneruskan kejahatanku —memupuk subur nafsuku atas tubuhmu
: menggebu mencumbu gigir bibirmu, memeluk pinggang rampingmu erat-erat atau membelai rambutmu yang tergerai.
Aku tak bisa lagi...
Sejak peristiwa kecelakaan maut (saat kita ingin pulang sekolah itu), hatiku tertambat ingin bertaubat.
Berton-ton hikmah dengan mudah meresap di sanubari hatiku.
Ternyata, selama itu kita hanya menyakiti Tuhan, Callia (kekasihku)...
Tuhan sayang kita semua, kok!
Buktinya kita masih diberi kesempatan untuk hidup, kan?! Secara logika, kita seharusnya telah mati.
Bukankah saat itu, motor yang telah aku sulap untuk ajang balapan liar itu menabrak truk tronton dengan kecepatan 110 km/jam. Tanpa helm. Lalu kita terguling di tengah jalan dan tersambar kendaraan yang ada dibelakang, sampai kita terseret 50 m kedepan?
Namun, kita sering mengingkari Tuhan dengan perilaku yang kotor, keji, hina, norak!!
Taukah kau, Callia, yang kita lakukan selama itu hanya pantas dilakukan oleh sebangsa hewan. Yang tak punya malu. Tak ada aturan!
Ah, aku ingin sekali membunuh sekali lagi masa lalu kita. Aku benci mengingat itu semua.
Kesadaran imanku seakan tumbuh.
Sebelum penyesalan itu semakin membesar bak bukit, aku harus memutus jembatan kenakalan cinta kita, Callia.
Aku harus meninggalkannmu —atau setidaknya melupakanmu dalam jarak waktu yang tak terbatas,
untuk membuat catatan hidup baru dan tentu saja pada lembaran baru pula, Callia...
Mafkan, aku.
Terkesan aku tak bertanggungjawab atas perbuatan yang kita lakukan berdua.
Seperti egois,
aku ingin meratapi nasib hitamku tanpa kau disisi.
Inilah keputusanku,
kita harus berpisah, Callia....
"...pendengar setia radio ELPAS 103.6 FM yang berbahagia, lagu yang baru saja diputar, direquest oleh Callia untuk kekasihnya. Jangan kemana-mana, karena masih banyak lagu-lagu top hits dalam maupun luar negeri yang akan segera mengudara untuk para pendengar setia semua sampai tenggah malan nanti.."
Jogja, 19 Jan 2011
Langganan:
Postingan (Atom)