Selasa, 01 Desember 2009

Kado Do'a


Udara begitu sunyi, mirip ketika murid dibentak guru ketika membuat gaduh kelas atau ceriwis sendiri saat diterangkan.
Ruangan menjadi hening. Bahkan menadahkan wajah kedepan saja tak berani.
Benar-benar seperti itulah setting lokasi rumah, kini.

Kini, aku sendiri bersama tumpukan masa kecil yang diabadikan fotografer amatiran.
Bahkan sangat amatiran! Sekali lagi ah ; amatiran.
Perlu saya tegaskan karena gambar di foto itu sungguh tak menampilkan keadaan yang sesungguhnya. Beda. Pokoknya tak mirip, deh.
Bukan maksud hendak mencela sipemfoto tersebut, mungkin juka karena kamera poket saat itu memang belum canggih seperti sekarang.
Kamara digital belumlah lahir, kalau sudahpun kami belum tentu bisa mendapatinya.
Kamera dulu sangat manual, belum menggunakan memory card yang kalau hasilnya kurang memuaskan bisa didelete. Apalagi dengan resolusi sampai 10.1 megapixel sehingga sanagat mempertajam objek pemotretan.

Ya, saat itu belum 'ada' kamera digital batrey charger yang praktis.
Namun album foto itu tetap aku simpan baik-baik —walau warna dan rupa tak sepenuhnya diwakilinya. Album tua itu menghantarku dengan pesawat jet atau bahkan kereta peluru bawah tanah ketempat dimana aku menghabiskan masa kecil dulu.
Kendaraan tadi begitu cepat, begitu singkat menghadirkan suasana rinduku akan kasih sayang umat manusia yang ada disekitarku.

Berhamburan bukti nyata dalam foto itu. Ekspresi wajahkupun terlihat selalu riang, senang dan juga girang.
Aku merindukan itu. Aku ingin 'mengembalikan' kasih sayang itu pada mereka. Aku sangat mengebu ingin membalas cinta meraka. Aku ingin berterima kasih juga atas nama kasih sayang!

Aku sesungukan. Air mataku meleleh melihat ketulusan mata mereka. Senyum yang sangat alami. Hati yang selalu dibungkus kesederhanaan. Raga yang kurus, wajah yang tirus, rambut yang tak lurus (walau sekarang jauh berbeda, mungkin karena faktor ekonimi). Ya, kami tergolong ekonomi menengah kebawah yang paling bahagia saat itu.

Akhirnya, sambil kubiarkan derasnya mata air air mataku menghujami bumi, dengan dada yang sesak dan perasaan yang dihimpit rindu, aku mengado do'a untuk kekekalan kebahagiaan meraka. Sebesar seperti kebahagiaan yang telah mereka berikan untukku. Sama persis. Tanpa kurang sedikitpun. Itu saja.



(Bingkisan do'a teruntuk yang mencintai aku tanpa mengharap dicintai | Yogyakarta, 1 Desember 2009

0 komentar:

 
;